PENDAHULUAN
Pada umumnya
setiap penulisan ulang mengenai Sejarah Peradaban Islam pada masa-masa
khulafaurrasyidin ataupun sejarah-sejarah lain adalah terbuka dan milik semua
orang. Asalkan bisa memahami dan bisa mengaplikasikannya secara sistematis dan
inofatif.
Tema dalam
penulisan makalah ini akan lebih banyak menelusuri mengenai akar-akar Sejarah
Peradaban Islam pada masa Khulafaurrasyidin. Dan memaparkan nilai-nilai positif
Sejarah Peradaban Khulafaurrasyidin agar dijadikan teladan oleh umat Islam.
Tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk memperkaya nuansa dan pengembangan wawasan
dalam studi Sejarah Peradaban Islam.
Setelah Nabi
Muhammad SAW wafat, fungsi sebagai rasullah tidak dapatdigantikan oleh siapa
pun manusia di dunia ini, karena pemilihan fungsi tersebutadalah mutlak dari
Allah SWT. Fungsi beliau sebagai kepala pemerintahan dan pemimpin masyarakat
harus ada yang menggantinya. Selanjutnya pemerintahanIslam dipimpin oleh empat
orang sahabat terdekatnya, kepemimpinan dari parasahabat Rasul ini disebut periode
Khulafaur-Rasyidin (para pengganti yang mendapatkan bimbingan ke jalan lurus.
Meskipun hanya berlangsung 30 tahun, masa Khalifah Khulafaur-Rasyidin adalah
masa yang penting dalam sejarah Islam. Khulafaur-Rasyidin berhasilmenyelamatkan
Islam, mengkonsolidasi dan meletakkan dasar bagi keagungan umat Islam.
PEMBAHASAN
Pengertian
Khulafaur Rasyidin.
Kata khulafaurrasyidin itu berasal dari
bahasa arab yang terdiri dari kata khulafa dan rasyidin, khulafa’ itu
menunjukkan banyak khalifah, bila satu di sebut khalifah, yang mempunyai arti
pemimpin dalam arti orang yang mengganti kedudukan rasullah SAW sesudah wafat
melindungi agama dan siasat (politik) keduniaan agar setiap orang menepati apa
yang telah ditentukan oleh batas-batanya dalam melaksanakan hukum-hukum syariat
agama islam.
Adapun kata Arrasyidin itu berarti arif dan bijaksana. Jadi khulafaurrasyidin mempunyai arti pemimpim yang bijaksana.
Adapun kata Arrasyidin itu berarti arif dan bijaksana. Jadi khulafaurrasyidin mempunyai arti pemimpim yang bijaksana.
Adapun Para sahabat yang disebut
khulafaurrasyidin terdiri dari empat orang khalifah yaitu:
1.
Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/632-634M).
Abu Bakar, nama lengkapnya ialah Abdullah bin
Abi Quhafa At-Tammi. Di zaman pra Islam bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti
oleh Nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk salah seorang sahabat yang utama (orang
yang paling awal) masuk Islam. Gelar Ash-Shiddiq diperolehnya karena ia dengan
segera membenarkan nabi dalam berbagai pristiwa, terutama Isra’ dan Mi’raj.
Abu Bakar memangku jabatan khalifah selama dua
tahun lebih sedikit, yang dihabiskannya terutama untuk mengatasi berbagai
masalah dalam negeri yang muncul akibat wafatnya Nabi.[1]
A.
Langkah-langkah kebijakan Abu Bakar
1.
Menumpas nabi palsu
2.
Memberantas kaum murtad
3.
Menghadapi kaum yang ingkar zakat
4.
Mengumpulkan ayat-ayat Al-Qu’an
Pada saat pertempuran di Ajnadain negeri syam
berlangsung, khalifah Abu Bakar menderita sakit. sebelum wafat, beliau telah
berwasiat kepada para sahabatnya, bahwa khalifah pengganti setelah dirinya
adalah umar bin Khattab. hal ini dilakukan guna menghindari perpecahan diantara
kaum muslimin.
Beberapa saat setelah Abu Bakar wafat, para
sahabat langsung mengadakan musyawarah untuk menentukan khalifah selanjutnya.
telah disepakati dengan bulat oleh umat Islam bahwa Umar bin Khattab yang
menjabat sebagai khalifah kedua setelah Abu Bakar. piagam penetapan itu ditulis
sendiri oleh Abu Bakar sebelum wafat.
Setelah pemerintahan 2 tahun 3 bulan 10 hari
(11 – 13 / 632 – 634 M),khalifah Abu Bakar wafat pada tanggal 21 jumadil Akhir
tahun 13 H / 22 Agustus 634 Masehi.[2]
B.
Manajemen Pemerintahan Abu Bakar (Wilayah Provinsi dan Gubernur).
Di masa pemerintahan Khalifah pertama, masih
terdapat pertentangan dan perselisihan antara Negara Islam dan sisa-sisa
kabilah arab yang masih berpegang teguh pada warisan jahiliyah “Tentang
memehami agama Islam”. Namun demikian, kegiatan (proses) pengaturan manajemen
pemerintan Khalifah Abu Bakar telah dimulai. Wilayah Jazirah Arab dibagi
menjadi beberapa provinsi, wilayah Hijah terdiri dari 3 provinsi, yakni Makkah,
Madinah dan Thaif. Wilayah Yaman terbagi menjadi 8 provinsi yang terdiri dari
Shan’a, Hadramaut, Haulan, Zabid, Rama’, al-Jund, Najran, Jarsy, kemudian
Bahrain dan wilayah sekitar menjadi satu provinsi.[3]
2.
Umar bin Khaththab (13-23H/634-644M)
Umar bin Khaththab nama lengkapnya adalah Umar
bin Khaththab bin Nufail keturunan Abdul Uzza Al-Quraisi dari suku Adi; salah
satu suku terpandang mulia. Umar dilahirkan di mekah empat tahun sebelum
kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ia adalah seorang berbudi luhur, fasih dan adil
serta pemberani.[4]
Beberapa keunggulan yang dimiliki Umar,
membuat kedudukannya semakin dihormati dikalangan masyarakat Arab, sehingga
kaum Qurais memberi gelar ”Singa padang pasir”, dan karena kecerdasan dan
kecepatan dalam berfikirnya, ia dijuluki ”Abu Faiz”.
Di jaman pemerintahan Umar pusat kekuasaan
Islam di Madinah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Khalifah Umar telah
berhasil membuat dasar-dasar bagi suatu pemerintahaan yang handal untuk
melayani tuntunan masyarakat baru yang terus perkembang. Umar
mendirikan beberapa dewan yaitu : membangun Baitul Mal, Mencetak Mata Uang,
membentuk kesatuan tentara untuk melindungi daerah tapal batas, mengatur gaji,
mengangkat para hakimdan menyelenggarakan “hisbah”.
Khalifah Umar jaga meletakkan prinsip-prinsip
demokrasi dalam pemerintahannya dengan membangun jaringan pemerintahan sipil
yang sempurna. Kekuasaan Umar menjamin hak yang sama bagi setiap warga negara.
Kekuasaan bagi Umar tidak memberikan hak istimewa tertentu sehinnga tidak
ada perbedaan antara pengusa dan rakyat, dan mereka setiap waktu dapat
dihubungi oleh rakyat.
Khalifah Umar memerintah selama 10 tahun lebih
6 bulan 4hari. Kematiannya sangat tragis, seorang budak Persia bernama Fairuz
atau Abu Lu’lu’ah secara tiba-tiba menyerang dengan tikaman pisau tajam ke arah
khalifah yang akan menunaikan shalat subuh yang telah di tunngu oleh jama’ahnya
di masjid Nabawi. Khalifah Umar wafat tiga hari setelah pristiwa penikaman atas
dirinya, yakni 1 Muharam 23H/644M.[5]
Atas persetujuan Siti Aisyah istri rasulullah
Jenazah beliau dimakamkan berjajar dengan makam Rasulullah dan makam Abu Bakar.
Demikianlah riwayat seorang khalifah yang bijaksana itu dengan meninggalkan
jasa-jasa besar yang wajib kita lanjutkan.
A.
Manajemen Pemerintahan Umar bin Khattab
Pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab r.a.
sudah di peraktikkan konsep dasar hubungan antara negara dan rakyat, pentingnya
tugas pegawai pelayanan politik dan menjaga kepentinggan rakyat dari otoritas
pemimpin. Umar r.a. melakukan pemisahan antara kekuasaan peradilan dengan
kekusaan eksekutif, beliau memilih hakim dalam sistem peradilan yang independen
guna memutuskan persoalan masyarakat. Sistem peradilan ini terpisah dari
kekusaan eksekutif, dan ia bertanggung jawab terhadap khalifah secara langsung.[6]
3.
Utsman bin Affan (23-36H/644-656M).
Khalifah ketiga adalah Utsman bin Affan. Nama
lengkapnya ialah Utsman bin Affan bin Abil Ash bin Umayyah dari suku Quraisy.
Ia memeluk islam karena ajakan Abu Bakar, dan menjadi salah seorang sahabat
dekat Nabi SAW. Ia sangat kaya tetapi berlaku sedehana, dan sebagian besar
kekayaannya digunakan untuk kepentingan Islam. Ia mendapat julukan zun
nurain, artinya memiliki dua cahaya, karena menikahi dua putri Nabi SAW
secara berurutan setelah yang satu meninggal. Seperti halnya Umar, Utsman
diangkat menjadi Khalifah melalui proses pemilihan. Bedanya, Umar dipilih atas
penunjukan langsung sedangkan Utsman diangkat atas penunjukan tiadak langsung,
yaitu melewati badan Syura yang dibentuk oleh Umar menjelang wafatnya.
A.
Pencapian Pada Masa Pemerintahan Utsman.
Pada masa-masa awal pemerintahannya, Utsman
melanjutkan kesuksesan para pendahulunya, terutama dalam perlusan wilayah
kekusaan Islam. Daerah-daerah sterategis yang sudah dikuasai Islam seperti
Mesir dan Irak. Karya monumental Utsman yang dipersembahkan kepada umat Islam
ialah penyusunan kitab suci Al-Qur’an.
Penyusunan Al-Qur’an, yaitu Zaid bin Tsabit,
sedangkan yang mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an antara lain Adalah dari
Hafsah, salah seorang Istri Nabi SAW. Kemudian dewan itu membuat beberapa
salinan naskah Al-Qur’an untuk dikirimkan ke berbagai wilayah kegubernuran
sebagai pedoman yang benar untuk masa selanjutnya.[7]
B.
Manajemen Pemerintahaan Utsman bin Affan.
Khalifah Utsman r.a. berusaha menjaga dan
melestarikan sistem pemerintahaan yang telah ditetepkan oleh Khalifah Umar r.a.
surat yang dituliskan khalifah Utsman mencerminkan pelestarian tersebut :
“khalifah Umar r.a. telah menentukan beberapa sistem yang tidak hilang dari
kita, bahkan melingkupi kehidupan kita. Dan tidak ditemukan seorang pun di
antara kalian yang melakukan perubahaan dan penggantian. Allah yang berhak
mengubah dan menggantinya.”
Di awal kekhalifahannya, umur Utsman r.a.
relatif tua. Akan tetapi, di saat umur khalifah melebihi 70 tahun, beliau masih
sanggup memberangkatkan pasukan perang.
Bentuk manajemen yang ditetapkan dalam
pemerintahaan Umar r.a. tercermin dalam pengumpulan mushaf Al-qur’an menjadi
satu di kenal dengan Mushaf Utsmani. Namun Pada masa kekhalifahan Utsman r.a.
terdapat indikasi praktik nepotisme. Hal ini yang membuat sekelompok sahabat
mencela kepemimpinan Utsman r.a. karena telah memilih keluarga kerabat sebagai
pejabat pemerintahaan.[8]
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12
tahun. Pada paroh trakhir masa kekhalifahannya, muncul perasaan tidak puas dan
kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Usman memang sangat
berbeda dengan kepemimpinan Umar. Pada tahun 35H/655M, Usman di bunuh oleh kaum
pemberontak yang terdiri dari orang-orang kecewa itu.[9]
Pembunuhan usman merupakan malapetaka besar
yang menimpa ummat Islam. Dikalangan ummat Islam yang diturunkan melalui
Muhammad yang berbahasa Arab (sehingga perwujudan islam pada masa awalnya
bercorak Arab) dengan alam pemikiran yang dipengaruhi kebudayaan Helinesia dan
persi. Pembenturan itu membawa kegoncanggan dan kericuhan dalam beberapa bidang
sebagai berikut :
a.
Bidang Bahasa Arab.
b.
Bidang Akidah.
c.
Bidang Politik.[10]
4.
Ali bin Abi Thalib khalifah yang keempat (35 – 40 H = 656 – 661 M).
Khlifah keempat adalah Ali bin Abi Thalib. Ali
adalah keponakan dan menantu Nabi. Ali adalah putra Abi Thalid bin Abdul
Muthalib. Ali adalah seseorang yang memiliki kelebihan, selain itu ia adalah
pemegang kekuasaan. Pribadinya penuh vitalitas dan energik, perumus kebijakan
dengan wawasan yang jauh ke depan. Ia adalah pahlawan yang gagah berani,
penasehat yang bijaksana, penasihat hukum yang ulung dan pemegang teguh
tradisi, seorang sahabat sejati, Ia telah bekerja keras sampai akhir hayatnya
dan merupakan orang kedua yang berpengaruh setelah Nabi Muhammad.[11]
A. Gelar-gelar
yang disandang oleh Ali antara lain:
“Babul Ilmu” gelar dari Rasulullah yang
artinya karena beliau termasuk orang yang banyak meriwayatkan hadist, juga
disebut “Asadullah” (singa Allah) dan setiap Rasulullah memimpin peperangan Ali
selalu ada dibarisan depan dan memperoleh kemenangan. “Karramallahu Wajhahu”
gelar dari Rasulullah yang artinya wajahnya dimuliakan oleh Allah, karena sejak
kecil beliau dikenal kesalehannya dan kebersihan jiwanya. “Imamul masakin”
(pemimpin orang-orang miskin), karena beliau selalu belas kasih kepada
orang-orang miskin, beliau selalu mendahulukan kepentingan orang-orang fakir,
miskin dan yatim. Meskipun ia sendiri sangat membutuhkan. Ali termasuk salah
satu seorang dari tiga tokoh yang didalamnya bercermin kepribadian Rasulullah
SAW. Mereka itu adalah Abu Bakar Asshiddiq, Umar bin Khattab dan Ali bin Abi
Tholib. Mereka bertiga laksana mutiara memancarkan cahayanya, itulah sebabnya
Ali dijuluki “Almurtadha” artinya orang yang diridhai Allah dan Rasulnya.[12]
B. Proses
dan Khalifahan Ali bin Abi Thalib.
Setelah Usman wafat, masyarakat beramai-ramai
membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun.
Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa
sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan setabil. Setelah
menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para gubernur yang di angkat oleh
Usman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran
mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk
dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali
siatem distribusi pajak tahunan dia antara orang-orang Islam sebagaimana pernah
ditetapkan Umar.
Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib
menghadapi pemberontakkan Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak
mau menghukum para pembunuh Usman dan mereka menuntut bela terhadap darah Usman
yang telah ditumpahkan secara zalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari
perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau
berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun, ajakan tersebut
ditolak. Akhirnya pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal
dengan nama “Perang Jamal (Unta)” Karena Aisyah dalam pertempuran itu
menunggang unta. Ali berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh
ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke
Madinah.[13]
C.
Manajemen Pemerintahan Ali bin Abi Thalib.
Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. menjalankan system
pemerintahaan sebagaimana Khalifah sebelumnya, baik dari segi kepemimpinan
ataupun manajemen. Dalam mengangkat seorang pemimpin, beliau mendelesiasikan
wewenang dan kekuasaan atas wilayah yang dipimpinnya. Seorang memiliki
kewenangan penuh untuk mengelola wilayah yang dikuasainya, namun khalifah tetap
melakukan pengawasan terhadap kinerja pemimpin tersebut. Khalifah senantiasa
mengajak pegawainya untuk untuk hidup Zuhud, berhemat dan sederhana dalam
kehidupan, begitu juga untuk selalu memperhatikan dan berbelas kasihan terhadap
kehidupan rakyatnya. Selain itu, beliau juga konsisten terhadap kepentingan
masyarakat secara umum.[14]
D. Peristiwa
Tahkim dan Dampaknya
Akibat terjadinya perselisihan pendapat dalam
pasukan Ali, maka timbullah golongan Khawarij dan Syi’ah. Khawarij adalah
golongan yang semula pengikut Ali , setelah berhenti perang Siffin mereka tidak
puas, dan keluar dari golongan Ali, karena mereka ingin melanjutkan peperangan
yang sudah hampir menang, dan mereka tidak setuju dengan perundingan Daumatul
Jandal.
Mereka berkomentar mengapa harus bertahkim kepada manusia, padahal tidak ada tempat bertahkim kecuali allah. Maksudnya tidak ada hukum selain bersumber kepada Allah. khawrij menganggap Ali telah keluar dari garis Islam. Karena itu orang-orang yang melaksanakan hukum tidak berdasarka Kitab Allah maka ia termasuk orang kafir.
Mereka berkomentar mengapa harus bertahkim kepada manusia, padahal tidak ada tempat bertahkim kecuali allah. Maksudnya tidak ada hukum selain bersumber kepada Allah. khawrij menganggap Ali telah keluar dari garis Islam. Karena itu orang-orang yang melaksanakan hukum tidak berdasarka Kitab Allah maka ia termasuk orang kafir.
Sebaliknya golongan kedua Syi’ah (golongan
yang tetap setia mendukung Ali sebagai Khalifah) memberi tanggapan bahwa tidak
menutup kemungkinan kepemimpinan Muawwiyah bertindak salah, karena ia manusia
biasa, selain itu golongan Syi’ah beranggapan bahwa hanya Ali satu-satunya yang
berhak menjadi Khalifah.
Mengingat perdebatan ini tidak ada titik
temunya dan mengakibatkan perundingan Daumatul Jandal gagal sehingga perdamaian
tidak terwujud.
E. Ali
bin Abi Thalib Wafat
Kaum Khawarij tidak lagi mempercayai kebenaran
pemimpin-pemimpin Islam, dan mereka berpendapat bahwa pangkal kekacauan Islam
pada saat itu adalah karena adanya 3 orang imam, yaitu Ali, Muawwiyah dan Amr.
Kemudian kaum Khawarij membulatkan tekadnya,
“tiga orang imam itu harus dibunuh dalam satu saat, bila hal itu tercapai umat
Islam akan bersatu kembali”. Demikian tekad mereka. “Saya membunuh Ali”, kata
Abdurrahman bin Muljam, “Saya membunuh Muawwiyah”, sambut Barak bin Abdullah
Attamimi, “Dan saya membunuh Amr”, demikian kesanggupan Amr bin Bakr Attamimi.
Mereka bersumpah akan melaksanakan pembunuhan pada tanggal 17 Ramadhan 40 H/24 Januari 661 M di waktu subuh. Diantara tiga orang Khawarij tiu. Hanya Ibnu Muljam yang berhasil membunuh Ali ketika beliau sedang sholat Subuh di Masjid Kufah tetapi Ibnu Muljam pun tertangkap dan juga dibunuh.
Mereka bersumpah akan melaksanakan pembunuhan pada tanggal 17 Ramadhan 40 H/24 Januari 661 M di waktu subuh. Diantara tiga orang Khawarij tiu. Hanya Ibnu Muljam yang berhasil membunuh Ali ketika beliau sedang sholat Subuh di Masjid Kufah tetapi Ibnu Muljam pun tertangkap dan juga dibunuh.
Barak menikam Muawwiyah mengenai punggungnya,
ketika Muawwiyah sedang sholat Subuh di Masjid Damaskus. Sedang Amr bin Bakr
berhasil membunuh wakil imam Amr bin Ash ketika ia sedang sholat Subuhdi Masjid
Fusthat Mesir. Amr bin ash sendiri tidak mengimami sholat, sedang sakit perut
di rumah kediamannya sehingga ia selamat.
Khalifah Ali wafat dalam usia 58 tahun,
kemudian Hasan bin Ali dinobatkan menjadi Khalifah yang berkedudukan di Kufah.[15]
KEMAJUAN PERADABAN PADA MASA KHULAFAURRASYIDIN
Masa kekuasaan khulafaur rasyidin yang dimulai
sejak Abu Bakar Ash-Shiddiq hingga Ali bin Abi Thalib, merupakan masa kekusaan
khalifah Islam yang berhasil dalam mengembangkan wilayah Islam lebih luas. Nabi
Muhammad SAW yang telah meletakkan dasar agama Islam di arab, setelah beliau
wafat, gagasan dan ide-idenya diteruskan oleh para khulafaur rasyidin. Pengembangan
agama Islam yang dilakukan pemerintahan khulafaur rasyidin dalam waktu yang
relatif singkat telah membuahkan hasil yang gilang-gemilang. Dari hanya wilayah
Arabia, ekspansi kekuasaan Islam menembus luar Arabia memasuki wilayah-wilayah
Afrika, Syiria, Persia, bahkan menembus ke Bizantium dan Hindia.
Ekspansi ke negri-negri yang sangat jauh dari
pusat kekusaan, dalam waktu tidak lebih dari setengah abad merupakan kemenangan
menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah memiliki pengalaman
politik yang memadai.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan ekspansi
itu demikian cepat, antara lain sebagai berikut :
1.
Islam, di samping merupakan ajaran yang mengatur humbungan manusia dengan
Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2.
Dalam dada para sahabat Nabi SAW tertanam keyakinan yang sangat kuat tentang
kewajiban menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) keseluruh penjuru dunia.
3.
Bizaitun dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu
mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi
peperangan antara keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negri
masing-masing.
4.
Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya
kemerdekaan beragama bagi rakyat.
5.
Islam datang kedaerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan
toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk Islam.
6.
Bangsa sami di Syiria dan palestina, dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa
Arab lebih dekat dari pada bangsa Eropa, Bizantium, yang merintah mereka.
7.
Mesir, Syiria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu
pengusa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.[16]
Dr. Hasan
Ibrahim dalam bukunya “Tarikh Al-Islam As-Siyasi”, menjelaskan bahwa
organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga Negara yang ada pada masa Khulafaur
rasyidin, diantaranya sebagi berikut :
1. Lembaga Politik.
2. Lembaga Tata Usaha Negara.
3. Lembaga Keuangan Negara.
4. Lembaga Kehakiman Negara.
ANALISIS
Sejarah pada
massa khulafaur rasyidin sangat cocok dengan
teori sejarah yang di paparkan ibnu khaldun yaitu:
1.
Sejarah adalah siklus dari
kebudayaan dan peradaban .
2.
Mengalami massa pertumbuhan,
kejayaan dan kemunduran.
3.
Ashabiyah.
KESIMPULAN
Rasa bangga
sekaligus kagum atas perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh
Khulafaurrasyidin. Mereka melakukan ekspansi, pemberantasan kaum murtad, dan
kebijakan-kebijakan lainnya yang membuahkan hasil cemerlang bagi Agama Islam.
Tapi yang di sayangkan pada masa pemerintahan salah satu dari Khulafaurrasyidin
ialah: Para aparatur Negara di ambil dari kalangan keluarga Khalifah, dan
ketidak tegasan dalam memutuskan/menyelesaikan masalah, hal tersebut yang
menyebabkan perpecahan dan pemberontakan di kalangan umat Islam, sehingga
berdampak negatif di era globalisasi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Samsul
Munir, Sejarah Perkembangan Islam, Jakarta : Amzah, 2009.
Rahman
Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam, Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf. 1995.
Sinn Ahmad
Ibrahim Abu, Manajemen Syariah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
Susanto
Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta Timur: Prenada Media
Yatim Badri,
Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993.
[1] . Samsul
Munir Amin, Sejarah Perkembangan Islam, (Jakarta : Amzah, 2009). hlm. 93-94.
[2]. M Nishom,http://pustakalatansa.com/2011/08/sejarah-peradaban-islam-pada-masa.html. 07 april 2012
[3]. Ahmad Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syariah,
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996). Hlm.37-38.
[4]. Samsul Munir Amin, Opcit . hlm.
98.
[5]. Ibid. hlm. 98-104
[6]. Ahmad Ibrahim Abu Sinn,
Opcit. hlm. 38-39.
[7]. Samsul Munir Amin,Opcit. Hlm.
104-106.
[8]. Ahmad Ibrahim Abu Sinn,
Opcit. hlm. 44-46.
[9]. Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993). Hlm. 38.
[10]. Musyrifah Susanto, Sejarah Islam
Klasik, (Jakarta Timur: Prenada Media). Hlm.32-33.
[11]. Samsul Munir
Amin, Lockcit.Hlm. 109.
[12]. M Nishom,
http://pustakalatansa.com/2011/08/sejarah-peradaban-islam-pada-masa.html.
Tanggal 7 april 2012
[13]. Ibid. hlm. 39-40
[14]. Ahmad
Ibrahim Abu Sinn, Lockcit. hlm. 48-49.
[15] . M Nishom,
http://pustakalatansa.com/2011/08/sejarah-peradaban-islam-pada-masa.html.
Tanggal 7 april 2012
[16] . Samsul Munir Amin, Lockcit. hlm.
113-114.
0 komentar:
Posting Komentar